Mengapa Kolom Komentar Blog Sepi?

mengapa kolom komentar blog sepi

-Itu Kolom Komentar atau Tempat Menyendiri? Kok Sepi Banget-

Bicara tentang blog. Disinilah tempat kita, para bloger, berbagi informasi. Yap secara hakiki setiap bloger seharusnya berpikiran seperti itu. Lalu parameter atau titip keberhasilan informasi yang dibagikan itu tersampaikan ya tentu lewat statistik pengunjung. Seberapa banyak sih pengunjung yang menghampiri blog kita ini? Berapa orang yang mau mampir sejenak membaca postingan artikel kita?

Semakin banyak pengunjung yang datang niscaya akan membuat kesan positif bagi sang pemiliki blog. Contohnya saya sendiri. Peningkatan pengunjung menjadi penyemangat sekaligus penanda bahwa ada lho ternyata orang yang menikmati apa yang kita bagikan. Nah tetapi yang jadi perhatian saya selanjutnya adalah terkait komentar. 

Menurut pengalaman saya pribadi, statistik pengunjung Tulisan Farizi ini sangat jomplang dibanding statistik komentarnya. Betapa tidak, hampir jarang sekali ada komentar organik yang saya dapatkan dalam beberapa bulan terakhir. Maaf sebelumnya disini saya bukan bermaksud norak atau secara terang-terangan "mengemis" komentar di postingan. Tetapi topik yang ingin saya angkat ini lebih karena keresahan pribadi.

Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi saya dalam mengembangkan Tulisan Farizi ini. Dari sini saya mendapatkan insight bahwa mendapatkan komentar di blog itu lebih sulit dibanding memperoleh pengunjung. Jadi mari kita kesampingkan dulu masalah sepinya pengunjung. Asumsinya tentu blog kita sedang tidak bermasalah dengan statistik pengunjung ya.

Nah berdasarkan pengalaman tersebut saya mencoba membagikan beberapa kemungkinan penyebab mengapa kolom komentar blog sepi.

Penyebab Kolom Komentar Blog Sepi

1. Kemudahan Berkomentar

"Boro-boro orang mau komen. Wong mau komen aja ribet minta ampun! Masih ada ini ada itu"
Ini berlaku bagi bloger yang suka memasang sistem perlindungan berlebih pada bagian komentarnya. Overprotektif lah ya bahasanya.
 
Niat hati ingin berlindung dari komen spam yang (kadangkala memang) terkutuk. Komen-komen disertai link-link yang terkesan sangat asing di mata kita. Tetapi lama-kelamaan orang jadi menganggap ini blog kayaknya nggak mau dikomenin deh. Ribet banget mau komen saja ada ini dan itu (re: captcha dan/atau sebangsanya yang berjibun tahapannya).

Padahal orang mungkin memang niat berkomentar baik-baik. Memberikan kesan positif dari konten, memberikan masukan terkait kekurangan isi konten gaya bahasa tampilan dll, atau bahkan sekadar bersalam-sapa antar sesama bloger.

Silahkan coba saja dilirik sebentar kolom komentar blog saya ini. Boleh deh dicoba testimoninya bagaimana. Apakah sesulit itu komentar di blog? Pastinya nggak lah yaa
  

2. Konten Tidak Menarik 

Lalu kemungkinan berikutnya adalah terkait dengan konten. Konten memang jelas menjadi "nyawa" utama bagi blog. Apalah arti sebuah blog kalau tidak ada kontennya.

Tantangan bloger dalam membangun blog adalah bagaimana menyampaikan informasi dengan jelas dan bermanfaat. Selain itu juga tetap mempertimbangkan kenyamanan bagi pembaca, bagaimana caranya konten itu menarik dan nyaman dibaca. Bayangkan saja, kontennya tidak menarik - orang akan enggan membaca - tidak ada yang bisa dipetik/dipahami dari konten tersebut. Lantas apa yang mau dikomen?

Oke, ternyata kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan konten yang apik nan menarik. Artikel kita sajikan dengan data & fakta yang relevan serta tidak lupa juga ditambahkan ilustrasi/visual yang membuat postingan tidak membosankan. Kalau ternyata postingan tersebut masih belum ada yang berkomentar lalu bagaimana?

3. Karma Karena Tidak Pernah Komen di Blog Orang Lain

Faktor yang satu ini sebenarnya hanya cocoklogi dari pengalaman saya. Dan yang namanya cocoklogi biasanya hanya berlaku pada segelintir orang saja, yang mungkin kebetulan juga bernasib sama. Tetapi marilah kita coba telaah dulu korelasinya bagaimana.

Ketika kita berkomentar di blog orang lain, itu artinya kita meninggalkan "jejak" pada blog tersebut. Tinggal menunggu waktu setelah komentar terbit pasti si empu blog akan mengecek kolom komentarnya. Dan akhirnya menemukan adanya komentar kita disana. 

Seandainya kasusnya seperti konteks pada artikel ini (sang pemilik blog juga mengalami kondisi kolom komentar yang sepi), seharusnya orang tersebut akan membalas komentar dan mencoba mencari tahu siapakah orang itu. Sekali lagi, jika kasusnya di blogger tentu kita bisa melihat profil bloggernya. Akhirnya bisa jadi akan bertolak mengunjungi blog yang dimiliki si pemberi komentar itu dan memberikan komentar balik pada salah satu artikelnya.

Yak itu tadi adalah salah satu plot karangan yang sangat idealis sekali dari saya haha. Tapi kalau ternyata ada yang pernah mengalami hal seperti itu boleh tunjuk tangan dan berbagi pengalamannya bagaimana di kolom komentar.

Padahal setelah saya amati, komentar blog itu ternyata sangat bermanfaat. Dampaknya memang tidak terlalu fantastis. Fantastis dalam artian bisa meningkatkan kualitas SEO, meningkatkan ranking artikel di Google atau meningkatkan pengunjung secara langsung. Tetapi keberadaan komentar bisa menimbulkan efek yang menguntungkan bagi dua belah pihak, baik itu untuk si pemilik blog yang dikomentari maupun si pemberi komentar. Layaknya simbiosis mutualisme.

Pertama, bagi blog yang dikomentari. Tentu dengan adanya komentar, yang relevan dengan isi konten, akan menjadi nilai plus. Google akan memandangnya sebagai peningkatan kualitas dari konten. "Artikel ini nampaknya semakin bermanfaat bagi orang lain. Terlihat dari isi komentarnya yang positif dan ramai akan diskusi yang relevan dengan isinya". Selain itu secara tidak langsung, konten kita akan dinilai lebih berisi dan berbobot. Postingan terkesan lebih panjang karena ramainya kolom komentar. 

Jikalau beruntung kita akan menuai hasilnya ketika Google dengan baik hati menaikkan "derajat" blog kita pada hasil pencariannya. Tentunya akan sangat bonafid bagi keberlangsungan blog itu sendiri.

Lalu kedua, bagi pemberi komentar. Sebelumnya saya ingin bertanya dahulu. Sejak kapan Anda menyadari kalau komentar di blog itu bisa terindeks di Google? 

Kalau Anda sudah tahu akan hal ini berarti mantap. Dan kalau belum silahkan bisa dicoba mengecek sendiri. Di bawah ini adalah salah satu bukti yang pernah saya amati.

Ternyata ada komentar saya di hasil pencarian 

Pernah tidak Anda mencoba iseng mencari nama blog atau apapun itu nama branding Anda di pencarian Google. Dan ternyata ada hasil yang muncul dari kolom komentar blog seseorang. Hal ini kalau diambil sisi positifnya akan sangat membantu untuk meningkatkan eksposur atau visibilitas branding kita di Google dan lebih lanjut lagi menarik perhatian warganet yang mencari informasi lewat Google.

4. Blog Kurang Branding

Faktor yang selanjutnya ini kira-kira masih nyambung dengan faktor sebelumnya. Lagi-lagi terkait dengan masalah branding. Kurang kuatnya branding baik itu branding pribadi atau branding blog bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya juga karena jarang berkomentar di blog lain. Selain itu juga bisa diperkuat dengan tidak adanya jejaring yang luas.

Saya terpecut ketika menuliskan paragraf diatas :)

Secara pribadi memang saya pun seperti itu. Sudah lama tidak aktif dalam kegiatan blogwalking dan berkoman-komen blog orang lain. Saya juga sudah lama menjadi pasif (menjadi penyimak garis keras) pada beberapa platform komunitas bloger di media sosial. Yang mana seharusnya hal semacam itu bisa menjadi kesempatan bagi saya. Untuk bisa meningkatkan konektivitas, membangun relasi dengan sesama bloger serta meningkatkan branding dari blog ini. Jadi ya pantaslah memang kalau kolom komentar blog semakin hari akan semakin sepi saja.

5. Faktor Eksternal: Perilaku Pengunjung Blog

Faktor terakhir ini adalah faktor tambahan yang bisa jadi menjadi penyebab mengapa komentar blog semakin sepi. Mungkin kebanyakan orang saat ini sudah punya stigma kalau kolom komentar blog bukan seperti kolom komentar media sosial pada umumnya. Akibatnya semakin ke sini orang-orang terkesan mager dan gengsi. 
"Alah ngapain sih komen di blog"
Coba kita bandingkan dengan kolom komentar di media sosial. Tentu orang akan dengan mudahnya tertarik untuk memberikan tanggapan dan saling berkomentar dengan senang hati. Kita tidak bisa menyangkal hal ini karena memang media sosial diciptakan dengan tujuan seperti itu. Tetapi disini saya hanya ingin membandingkan secara kontrasnya saja dengan situasi yang terjadi pada kolom komentar blog.

Akibat jangka panjangnya, komentar seringkali hanya sebatas formalitas. Sebagai persyaratan saat kegiatan blogwalking, tukar view atau yang sejenisnya. Ya syukur-syukur kalau orang yang bw itu totalitas ya dan benar-benar membaca lalu berkomentar sepenuh hati sesuai konteks dari isi postingan. Rasanya beberapa penyelenggara blogwalking sudah menerapkan aturan sedemikian rupa agar tidak terjadi hal seperti itu. Tapi juga tidak jarang, apalagi kalau ternyata memang tidak diatur kadangkala isi komentarnya tidak sungguh-sungguh. Terkesan pelit kata. Komen ala kadarnya. 

Lalu bagaimana caranya agar kolom komentar blog kita semakin hari semakin sepi?

Mari kita coba untuk berintrospeksi diri. Senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi lebih baik lagi. Karena komentar blog memang sejatinya merupakan hal yang berasal dari luar. 

Sebagaimana prinsip yang dipegang teguh dalam filosofi teras atau stoisisme, bukan promosi tapi karena saya pernah membaca bukunya dan saya rasa prinsipnya sangat mengena. Bahwa sudah sepatutnya kita berfokus atas apa yang bisa kita kontrol. Hal-hal internal dari blog yang bisa kita kontrol langsung seperti kualitas konten, pengaturan tata letak, kenyamanan tampilan antarmuka dsb yang menjadi fokus perbaikan kita. 

Masalah komentar itu adalah hal yang berasal dari orang lain. Sebagai imbal dari usaha yang telah kita curahkan dalam blog kita. Kolom komentar yang ramai ataupun sepi hanya sekelumit fenomena yang ditemui dalam dunia blogging. Oleh karena itu tetap semangat bagi yang kolom komentarnya masih sepi. Terus tingkatkan kualitas blog dan semoga kita semua segera bisa menuai hasil baiknya di kemudian hari.

Posting Komentar