Sudah lama sepertinya saya tidak membuat konten yang organik. Kembali menulis konten organik, original dan fully based on experience membantu mengalirkan kembali pikiran yang sudah sumpek.
Sumpek dan capek. Apalagi kalau sudah kerja keras bikin artikel tertentu yang dioptimasi sedemikian rupa. Riset keyword sana-sini, eh ternyata kontennya masih belum sesuai search intent.
Dampaknya? Frustasi terus artikelnya nggak muncul-muncul di page one, trafik begitu-begitu aja. Hahahaha nasib nasib.
Itu hanya sekelumit masalah yang saya hadapi. Belum lagi masalah-masalah lain yang juga cukup banyak muncul ya terutama saya duga karena kondisi pandemi ini.
Semenjak pandemi terjadi, saya merasakan beberapa hal yang berubah. Baik itu dari dalam diri saya sendiri ataupun yang dari luar.
Permasalahan Personal di Masa Pandemi
1. Mudah lelah, fisik maupun pikiran
Masa pandemi mengharuskan saya sebagai seorang pembelajar ini untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara sinkron (daring). Walaupun kelihatannya terkesan begitu saja, tinggal duduk diam sambil mendengarkan, nyatanya tidak sesimpel itu.
Rasanya pikiran jauh lebih cepat kusut dan efeknya secara tidak langsung merambat ke fisik.
Biasanya dengan kondisi belajar normal (tatap muka di kelas) saya mampu untuk fokus dalam memahami materi dengan baik. Eh dengan kondisi serba online begini, saya jadi sering tiba-tiba hilang fokus begitu saja.
Padahal saya sendiri merupakan orang yang cenderung butuh pemahaman dari penjelasan secara langsung yang nanti akan diperkuat ketika belajar lagi di kemudian hari (lebih tepatnya sebelum ujian) *aduh maaf sepertinya jangan dicontoh ya haha.
Dan kegiatan duduk-duduk manis ini ternyata malah membuat badan sering pegal. Ya memang sepertinya hal ini diperparah karena saya jadi kurang berolahraga, dalam kata lain menjadi mager.
2. Merindukan kegiatan bertatap muka
Nah kalau masalah sebelumnya itu terkait dengan hal akademik, yang satu ini mengenai aspek sosial.
Pada dasarnya saya ini termasuk orang yang cenderung introvert. Entah Anda percaya atau tidak percaya tentang konsep introvert dan ekstrovert simpan saja dulu.
Orang introvert biasanya dipandang sebagai orang anti sosial, tidak mau bergaul lalala. Tolong ya untuk tidak lagi berpemikiran seperti itu. Karena kenyataannya tidak sepelik itu.
Definisi atau lebih tepatnya prinsip yang sesuai dengan tingkah laku sebagian introvert itu adalah para introvert itu sejatinya membutuhkan treatment yang khusus dalam mengisi "energi".
Orang yang dikenal introvert itu "energi"nya akan terkuras ketika berinteraksi dengan orang lain. Dan untuk mengisi ulang / recharge, biasanya yang dilakukan adalah menghindar sejenak dari keramaian atau yang sering juga disebut dengan istilah keren "me time".
Sebaliknya untuk orang ekstrovert. Mereka malah akan mendapatkan "energi" ketika berinteraksi dengan orang lain. Ketika dalam kondisi sendiri malah lesu.
Dari penjelasan tersebut sekiranya sudah bisa mengaitkan antara kecenderungan pola kepribadian dengan kondisi pandemi.
Pandemi - harus jaga jarak - meminimalisir kegiatan tatap muka dengan banyak orang - kegiatan berlangsung daring.
Seharusnya dengan begini para introvert termasuk saya pasti senang dong ya, karena tidak perlu melakukan kegiatan yang akan menguras habis "energi" lewat banyak kegiatan tatap muka. Tapi anehnya setelah melewati masa-masa seperti ini, saya jadi malah merindukan hal yang dulu normal dan biasa dilakukan.
Mungkin inilah yang dinamakan proses adaptasi kebiasaan baru (new normal). Sesuatu yang lalu akan dirindukan ketika sudah tidak dilakukan lagi. Ya mirip-mirip dengan liriknya "Let Her Go" dari Passenger lah kurang lebih.
Well you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go
3. Mood Mudah Berubah-ubah
Ini mungkin masih berkaitan dengan poin pertama tadi. Pikiran mudah lelah karena terlalu fokus pada layar selama beberapa jam, tidak melakukan hal lain.
Ah padahal saya ingin sedikit membanggakan diri karena mampu terfokus dalam satu hal saja dalam suatu waktu. Tetapi kenyataannya karena terlalu fokus ini, yang mana fokusnya hanya pada layar laptop, bukan hanya membuat mata lebih mudah lelah tapi juga membuat pikiran yang semakin mudah loyo saja.
Pikiran yang loyo membuat saya tidak mampu mempertahankan kondisi kesetimbangan mood dan itulah yang membuat mood menjadi sering berubah-ubah tidak seperti biasanya.
Jadi seperti ini rasanya punya kecenderungan untuk mengalami perubahan mood secara tiba-tiba. Akan sangat melelahkan sekali apalagi ketika sedang berada pada kondisi yang mengharuskan pikiran tetap prima. Pengejaran deadline akan terasa sedikit lebih menyakitkan dibanding pada kondisi pikiran yang lebih stabil.
Itu dia segelintir permasalahan yang saya hadapi akhir-akhir ini. Entah kenapa memang yang namanya perubahan itu kadang terasa sangat berat sekali. Disinilah kemampuan adaptasi manusia diuji.
Sangat bersyukur manusia diberikan kemampuan adaptif ini. Bisa mengembangkan diri menuju yang lebih baik lagi untuk kedepannya. Jangan sampai diri kita kalah dengan perubahan-perubahan itu. Jangan terjebak dalam aliran yang hanya menghanyutkan diri begitu saja.
Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan. Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidup. Aamiin.
Posting Komentar